Komponen Evaluasi Pendidikan : Evaluasi, Penilaian, Pengukuran dan Instrumen
Friday, November 8, 2019
Wawasan Pendidikan; Dalam setiap aktivitas kegiatan evaluasi selalu menjadi bagian yang sangat krusial untuk menentukan apakah aktivitas yang telah dilakukan berhasil atau tidak. Oleh karena itu seyogyanya kegiatan evaluasi harus dilakukan secara terencana, terprogram, dan terpercaya Dalam evaluasi pendidikan ada empat komponen yang sering digunakan dalam melakukan evaluasi yaitu evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes & nontes. Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait tidak terpisahkan dan bersifat hirarkhi. (Baca Juga: Evaluasi Program : Pengertian, Tujuan Dan Model-Model Evaluasi Program)
Evaluasi merupakan suatu proses penetapan nilai tentang kinerja dan hasil belajar peserta didik berdasarkan informasi yang diperoleh melalui penilain. Sedangkan penilaian adalah proses pengumpulan informasi atau data yang digunakan untuk membuat keputusan tentang pembelajaran. Pembelajaran yang dimaksud mencakup peserta didik, kurikulum, program, dan kebijakan. Proses penilaian meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik bukti ini tidak selalu diperoleh melalui tes saja tetapi juga bisa dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri.
Pengukuran adalah prosedur penetapan angka-angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan karakteristik atau atribut individu yang bisa berupa kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotor. Selain itu akhir-akhir ini dikembangkan kemampuan emosi yaitu kemampuan mengendalikan emosi yang ikut menentukan kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan (Mardapi, 2004).
Tes/nontes adalah suatu instrumen atau prosedur sistematik untuk mengamati dan menggambarkan satu atau lebih karakteristik peserta didik dengan menggunakan skala numeric atau skema klasifikasi (nontes). Disekolah biasanya tes merupakan suatu rangkaian pernyataan yang harus dijawab oeh peserta didik dan hasilnya merupakan skala numeric, sedangkan skema klasifikasi biasanya berupa prosedur observasi, wawancara, dan jenis nontes lainnya. Tes dan nontes merupakan seperangkat pertanyaan terbukan atau pertanyaan tertutup yang harus dijawab pengukuran membandingkan dengan hasil pengamatan dengan kriteria penilain menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran sedang evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku bila perilaku individu atau lembaga sifat yang hirarki ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan evaluasi melibatkan penilaian, pengukuran, dan tes/nontes.
A. Evaluasi
Dalam mendenifisikan evaluasi para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Namun muara pada semua definisi mereka menuju satu titik yaitu proses penetapan keputusan tentang sesuatu objek yang dievaluasi. Pardan berkaitan dengan ahli yang menekuni bidang industry tentunya objek yang dikaji berkaitan dengan masalah industry , ahli yang menekuni bidang pendidikan juga akan banyak bercerita dan berkaitan dengan masalah pendidikan seperti kinerja, prestasi belajar, manejemen kelas, kompetensi guru, iklim akademis, dan seterusnya.
Dalam konteks pendidikan khususnya berkaitan dengan hasil kerja peserta didik, Nitko & Brookhart (2007) mendenifisika evaluasi sebagai suatu proses penetapan nilai yang berkaitan dengan kinerja dan hasil karya peserta didik, focus dalam konteks ini adalah individu yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok peserta didik atau kelas. Sudut pandang ini melihat bahwa evaluasi merupakan suatu prose penentuan sejauh mana proses penetuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai, konsekuensi logis dari pandangan ini mengharuskan evaluator untuk mengetahui betul tentang tujuan yang ingin dievaluasi. Beberapa hal yang dapat dijadikan objek evaluasi dalam konteks ini yaitu prestasi belajar, sikap, perilaku, motivasi, motivasi diri, minat, tanggung jawab. (Baca Juga : Pengertian Evaluasi Menurut Pendapat Ahli)
Dalam konteks lembaga evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan prograrmnya (Mardapi, 2004), melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang apa yang telah dicapai dan mana yang belum dan selanjutnya informasi ini digunakan untuk peerbaikan dan peningkatan suatu program. Sudut pandang ini menampilkan evaluasi dalam konteks program yang mana pelaksanaanya menuntut evaluator untuk mengetahui dan memahami betul program yang dievaluasi. Hal yang hampir sama dikemukakan stuffelbeam & shinkfield (2007) yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses memperoleh, menyejikan, dan menggambarkan informasi yang berguna untuk menilai suatu alternatif pengambilan keputusan tentang suatu program. Selanjutnya Ebel (1986) berpen dapat bahwa evaluasi merupakan suatu kebutuhan dimana evaluasi harus memberikan keputusan tentang informasi apa saja yang dibutuhkan, bagaimana informasi tersebut dikumpulkan, serta bagaimana informasi tersebut disintesiskan untuk mendukung hasil yang diharapkan. Masih banyak lagi definisi tentang evaluasi namun semuanya selalu memuat masalah informasi dan kebijakan yaitu informasi tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu program yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kebijakan berikutya.
Dalam konteks psikometri murni evluasi didenifisikan sebagai judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran dalam konteks ini kegiatan evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penelitian. Evaluasi secara singkat juga dapat didenifisikan sebagai proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok hasil evaluasi diharapkan dapat mendorong pendidik untuk mengajar lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik, jadi evaluasi memberikan informasi bagi kelas dan pendidik untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar informasi yang digunakan untuk mengevaluasi program pembelajaran harus memiliki kesadaran sekecil mungkin. Evaluasi pada dasarnya adalah melakukan judgment terhadap hasil penilaian maka kesalahan pada penilaian dan pengukuran harus sekecil mungkin.
Strak dan Thomas (1994) menyatakan bahwa evaluasi yang hanya melihat kesesuaian antara unjuk kerja dan tujuan telah dikritik karena menyempitkan focus dalam banyak situasi pendidikan. Hasil yang diperoleh dari suatu program pembelajaran bisa banyak dan multi dimensiada yang terkait dengan tujuan ada yang tidak dan yang terkait bisa positif dan bisa negative, oleh karena itu pendekatan bebas tujuan (goal free) dalam melakukan evaluasi layak untuk digunakan walaupun tujuan suatu program adalah untuk meningkatkan pretasi belajar namun bisa diperolah hasil lain yang berupa keyakinandan kepercayaan, motivasi, kesadaran, percaya diri, kreatifitas, kemandirian, tanggung jawab dan aspek psikologis lainnya.
Kirkpatrick (1998) menyarankan tiga komponen yang harus dievakuasi dalam pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, keterampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu diubah. Untuk mengevaluasi komponen pengetahuan atau perubahan sikap dapat digunakan paper and pencil tast (tes tertulis) sebagai alat ukurnya, evaluasi program untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dapat digunakan tes kinerja sebagai alat ukurnya misalnya beberapa program umtuk meningkatkan ketermapilan berkomunikasi secara lisan dan guru dapat mengevaluasi level kecakapan peserta didik.
Astin (1993) menyarankan tiga komponen yang harus dievakuasi agar hasilnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, ketiga komponen tersebut adalah masukan, lingkungan sekolah dan keluarannya. Selama ini yang dievalusi adalah prestasi belajar peserta didik khussunya pada ranah kognitif saja, ranah efektif jarang diperhatikan lembaga pendidikan walau semua menganggap hal itu penting karena sulit mengukurnya apalagi mengevaluasi ketiga komponen tersebut diatas. Kondisi lingkungan sekolah ikut menentukan kualitas pendidikan namun jarang dievaluasi bahkan tidak pernah dilakukan hal ini disebbkan oleh instrumen data yang diperlukan sulit disusun dan dijaring. Kondisi lingkungan sekolah dapat dikategorikan menjadi dua yaitu lingkunangan akademik dan lingkungan sosial, lingkungan akademik berupa kegiatan akademik yang terjadi diluar kelas didalam sekolah sedangkan lingkungan sosial merupakan hubungan antara pendidik, peserta didik, kepala sekolah, orang tua murid, masyarakat dan staf pendukung atau karyawan. Lingkungan akademik dan lingkungan sosial yang sehat dan kondusif ditentukan oleh pimpinan sekolah dengan dukungan dari warga sekolah.
Hasil evakuasi pendidikan merupakan informasi yang sangat berguna bagi pengelola pendidikan baik yang berada ditingkat pusat, provinsi, kabupate/kota, maupun sekolah. Salah atu tujuan evaluasi pendidikan untuk meningkatakan kualitas pendidikan tampak belum berhasil hal ini dapat dilihat dari perkembngan kualitas pendidikan dari tahun ketahun yang tidak berubah walau berfluktuasi namun masih dalam kategori rendah keadaan ini menunjukkan bahwa evaluasi kemungkinan belum memberikan informasi yang akurat dan rinci untuk pernaikan kualitas pendidikan.
Hasil evaluasi pendidikan yang bersifat nasioanal dan dianalisi untuk memperoleh informasi yang akurat untuk perbaikan kualitas pendidikan namun hal ini belum banyak dilakukan sehingga tiap sekolah tidak menerima informasi tentang kekurangannya secara rinci akibatnya proses pembelajaran yang dilakukan dikelas dari tahun ketahun tidak banyak mengalami perubahan. Evaluasi pendidikan yang bersifat nasioal yang diselenggarakan setiap tahun seperti program rutin saja karena hasilnya belum memberi kontribusi yang berarti terhadap peningkatan kualitas pendidikan.
Ditinjau dari cakupannya evaluasi ada yang bersifat makro dan ada yang mikro, evaluasi makro cenderung menggunakan sampel dalam menelaah suatu program dan dampaknya, evaluasi yang bersifat makro sasaranya adalah program pendidikan yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro sering digunakan ditingkat kelas khususnya mengetahui pencapaian belajar peserta didik. Pencapaian belajar ini buakan hanya bersifat kognitif saja tetapi juga mencakup semua potensi yang ada peserta didik jadi sasaran evaluasi mikro adalah program pembelajaran dikelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah pendidik untuk sekoalah atau dosen untuk pendidikan tinggi.
Evaluasi pengajaran dapat dikategorikan menjadi dua yaitu formatif dan sumatif, evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan/topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Winkel menyatakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung agar peserta didik dan guru memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Evaluasi formatif bertujuan memperbaiki proses belajar mengajar hasil tes seperti kuis misalnya dianalisis untuk mengetahui konsep mana yang belum dipahami sebagian sebagian besar peserta didik kemudian diikuti dengan kegiatan remedial yaiyu menjelaskan kembali konsep-konsep tersebut. Evaluasi untuk perbaikan bisa dilakukan dengan membuat angket untuk peserta didik, angket ini berisi tentang pertanyaan mengenai pelaksanaan pembelajaran menurut persepsi peserta didik hasilnya dianalisi untuk mengetahui aspek mana yang harus diperbaiki dan aspek mana yang tidak diperbaiki.
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Winkel mendenifisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pda akhir suatu periode pengajaran tertentu yang meliputi beberapa atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester bahkan setelah selesai pembahasan suatu bidang studi. Evakuasi sumatif bertujuan untuk menetapkan tingkat keberhasilan peserta dalam kurun waktu tertentu yang ditandai dengan perolehan nilai peserta didik dengan ketetapan lulus atau belum. Evakuasi sumatif bisa terdiri dari beberapa kegiatan pengukuran dan penilaian hal ini harus dijelaskan kepada peserta didik diawal pelajaran yaitu tentang penentuan nilai akhir bobot nilai akhir diperoleh dari kriteria tugas, ulanagan harian, ulangan tengah semester, dan ulanagan akhir semester harus dijelaskan kepada peserta didik.
Dampak hasil evaluasi terhadap motivasi belajar peserta didik bervariasi ada yang meningkat, tetap, bahkan ada yang turun. Tiap peserta didik memiliki harapan terhadap hasil ulangan suatu pelajaran yaitu besarnya prestasi yang nyatakan dalam skor hasil tes harapan ini ada yang terpenuhi dan tidak terpenuhi sesuai dengan karakteristik peserta didik ada yang motivasu belajarnya naik ada yang tetap dan kemungkinan ada yang turun.
Masalah yang sering mencul dalam melakukan terletak pada tujuan, pendektan yang digunakan, manfaat, dan dampaknya baik juga berskala mikro maupun yang makro. Selain itu evaluasi pendidikan juga harus memberi manfaat kepada peserta didik, lembaga, dan masyarakat. Oleh karena itu apabila evakuasi pendidikan yang digunakan tidak membantu prningkatan kualitas pendidikan pada suatu sekolah dan tidak memberi manfaat berarti sistem evaluasi yang digunakan atau yang dilaksanakan belum berfungsi seperti yang diharapkan.
Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan selama ini belum memberikan sumbangan untuk peningkatan kualitas pendidikan hal ini bisa disebabkan oleh sisetem evaluasi yang digunakan belum tepat atau pelaksanaan evaluasi belum seoerti yang diharapkan. Usaha untuk membantu perkembangan kualitas pendidikan, pelaksanaan kurikulum, dan pembakuan kualitas pendidikan selama ini dilakukan melalui penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) pada setiap akhir akademik suatu jenjang pendidikan. Nilai rata-rata hasil UN lima tahun terakhir ini belum menunjukkan peningkatan khususnya untuk mata pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan alam (Depdiknas, 2008) hal ini berarti bahwa UN belum berfungsi seperti yang diharapkan akibatnya banyak timbul bebrbagai pendapat dimasyarakat ada yang menyarankan untuk dihapus da nada yang menyarankan untuk disempurnakan. Namun semua berpendapat bahwa pemantauan perkembangan kualitas pendidkan perlu dilakukan hanya cara yang digunakan harus tepat sehingga diperoleh hasil yang objektif (Mardapi, 1998).
Apabila kita ingin meningkatkan kualiatas pendidikan maka informasi yang dibutuhkan adalah termasuk tentang keadaan kualitas pendidikan, lembanga pendidikan atau sekolah oleh Karena itu dibutuhkan sistem evaluasi yang lebih mampu digunakan sebagai pendorong peningkatan kualitas pendidikan nasioanl untuk itu perlu ada evaluasi yang sfatnya nasional namun pesertanya tidak perlu semua pesrta didik cukup dipilih sampel yang mewakili sekolah.
B. Penilaian
Dalam konteks pendidikan dan psikologi ada beberapa asumsi yang mendasari penilaian yaitu:
- Ada konstrak pendidikan dan psikologi
- Konstrak pendidikan dan psikologi tersebut dapat diukur
- Walaupun kita dapat mengukur konstrak, namun pengukuran tersebut tidak akan pernah sempurna
- Terdapat perbedaan cara dalam mengukur konstrak yang diberikan
- Semua prosedur penilaian memiliki kekuatan dan kelemahan
- Sumber informasi yang banyak haruslah bagian dari proses penilaian
- Tes kinerja dapat digeneralisasikan melalui pengamatan terhadap perilaku (nontes)
- Penilaian dapat memberikan informasi yang menolong pendidik untuk membuat keputusan pendidikan yang terbaik
- Penilaian dapat dilaksanakan dalam situasi yang adil
- Pengujian dan penilaian memberikan manfaat terhadap institusi pendidikan dan masyarakat secara umum
Asumsi-asumsi diatas mengarahkan pembaca bahawa dalam konsep penilaian keberadaan konstrak dalam ilmu pendidikan dan psikologi menjadi sesuatu yang perlu untuk diukur. Penilaian merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan upaya meningkatkan kuaitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sisetem penilaiannya. Keduanya saling terkait sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dalam memotivasi peserta didik untuk belajar yang lebih baik oleh karena itu dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan perlu perbaikan sistem penialian yang diterapkan.
Diharapkan dengan perbaikan sistem penilaian maka amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 58 ayat (1) bahwa “evaluasi hasil belajar peserta didk dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didk secara berkesinambungan” dapat diwujudkan. Penulis sedikit mengkritik pasal 58 tersebut dimana tidak ada kesepakatan peserta didik untuk sama-sama memantau proses-proses pembelajaran padahal yang memahami betul keadaan dan potensi peserta didik adalah peserta didik itu sendiri. Alangkah baiknya jika dictum tersebut diarahkan menjadi “evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik bersama-sama dengan peserta didik umtuk memantau prose, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”.
Penilian didenifisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang kinerja peserta didik untuk digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan (Weeden, Winter, & Broadfoot: 2002; Bott: 1996; Nitko: 1996; Mardapi: 2004) selanjutnya Black dn William (1998) mendefinisikan penilaian sebagai semua aktivitas yang dilakukan oleh guru dan peserta untuk menilai diri mereka sendiri yang memberikan informasi untuk digunakan sebagai umpan balik untuk memodifikasi aktivitas belajar mengajar. Dalam kaitan dengan umpan balik Dececho (Ebel & Frisbie 1986) mengatakan bahwa umpan balik loop kesemua komponen pembelajaran dan dapat digunakan oleh guru sebagai prosedur managemen dan dignostik.
Penilaian berdasarkan definisi diatas memberi penekanan pada usaha yang dilakukan oleh guru maupun peserta didik untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan pembelajaran yang mereka lakukan. Informasi tersebut dapat dijadikan sebagai umpan balik mereka untuk melakukan perubahan aktivitas belajar mengajar yang lebih baik dari sebelumnya.
Ditinju dari sisi tujuan maka penilaian yang dilakukan dalam konteks pendidikan memiliki tujuan untuk: (1) membantu belajar peserta didk, (2) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik, (3) menilai efektivitas program kurikulum, (4) menilai dan meningkatkan efektivitas program kurikulum, (5) menilai dan meningkatkan efektivitas pengajaran, (6) menyediakan data yang membantu dalam membuat keputusan, dan (7) komunikasi dan melibatkan orangtua peserta didik. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Weeden, Winter, & Boadfoot (2002) mengklasifikasi tujuan penilaian dalam empat hal yaitu untuk dognotis (untuk mengidentifikasi kinerja peserta didik), sumatif (untuk reviuew, transfer, dan sertifikasi) dan evaluative (untuk melihat bagaimana kinerja guru atau institusi).
Dalam konteks tujuan penialain tampak bahwa penilain memengan peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran oleh karena itu sebelum melaksanakan penialian seyogyanaya harus dipahami terlebih dahulu tujuannya. Hal tersebut berkaitan dengan ketepatan dalam pemilihan metode penelitian untuk digunakan dalam suatu proses pembelajaran.
Seperti telah diuraikan diatas penilaian mencakup semua cara yang diguanakan untuk menilai unjuk kerja individu penilaian berfokus pada induvidu yaitu prestasi belajar yang dicapai oleh individu .Paradigma penilaian sebagai sutu pembelajaran peseta idik dirintis oleh sfaf pengajar Fakultas Alverno sekitar 20 tahun yang lalu yaitu sebagai contoh cara mengubah lembaga melalui program penilaian (Bento, 1994).
Kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran perlu diarahkan pada empat hal, yaitu:
- Penelusuran yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses pembelajaran telah berlangsung sesuai yang direncanakan atau tidak.
- Pengecekan yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat kekurangan-kekurangan pada peserta didik selama proses pembelajaran.
- Pencarian yaitu untuk mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung.
- Penyimpulan yaitu untuk menyimpulkan tetang tingkat pencapaian belajar yang telah dimiliki peserta didik.
Telah disebutkan diatas bahwa tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah untuk meningkatkan kinerja individu atau lembaga. Usaha peningkatan kinerja harus didasarkan pada kondisi saat ini yang diperoleh melalui kegiatan penilaian. Data untuk kepentingan penilaian diperoleh dengan menggunakan alat ukur, alat ukur yang banyak digunakan dalam penilaian pendidikan adalah tes.
C. Pengukuran
Pengukuran merupakan suatu proses pemberian angka kepada suatu atribut atau kerakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal atau objek tertentu menurut aturan atau informasi yang jelas. Berdasarkan pandangan tersebut tampak bahwa semua kegiatan didunia ini tidak bisa lepas dari pengukuran. Keberhasilan suatu program dapat diketahui melalui suatu pengukuran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bisa lepas dari kegiatan pengukuran. Penelitian-penelitian yang dilakukan dalam semua bidang selalu melibatkan kegiatan pengukuran baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu pengukuran memengang peranan penting baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun untuk penyajian informasi bagi pembuat kebijakan.
Pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek secara sistematis penentuan angka ini merupakan usaha untuk manggambarkan karakteristik suatu objek. Kemampuan seseorang dalam bidang tertentu dinyatakan dengan angka , dalam menentukan karakteristik individu pengukuran yang dilakukan harus sedapat mungkin mengandung kesalahan yang kecil (Mardapi, 2004). Kesalahan yang terjadi pada pengukuran ilmu-ilmu sosial biasnya disebabkan oleh alat ukur cara mengukur dan keadaan objek yang diukur.
Masalah evaluasi hasil belajar meliputi alat ukur yang digunakan, cara menggunakan, cara penilaian, dan evaluasinya. Alat ukur yang digunakan bisa berupa tugas-tugas rumah, kuis, ulangan tengah semester dan akhir semester. Pada prinsipya alat ukur yang digunakan harus memiliki bukti kesahihan dan kehandalan.
Kesahihan alat ukur dapat dilihat dari konstruk alat ukur yaitu mengukur seperti yang direncanakan menurut teori pengukuran subtansi yang diukur harus satu dimensi. Aspek bahasa kerapian tulisan tidak diskor bila tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalm bidang studi tertentu. Kontruksi alat ukur dapat ditelaah pada aspek meteri, teknik penulisan soal dan bahasa yang digunakan. Teman sejawat merupakan penelah yang baik untuk memberi masukan tentang kualitas alat ukur yang digunakan termasuk tes.
Kesahihan alat ukur bisa dilihat dari kisi-kisi alat ukur, kisi-kisi ini berisi tentang materi yang diujikan, bentuk soal, timgkat berfikir yang terlibat, bobot soal dan penskoran. Kisi-kisi yang baik adalah yang mewakili bahan ajar untuk pokok bahasan yang diujikan dipilih berdasarkan kriteria: (1) pokok bahasan yang esensial, (2) memiliki nialai aplikasi, (3) berkelanjutan dan (4) dibutuhkan untuk mempelajari mata pelajaran lain. Hal lain yang penting adalah lamanya waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal ujian ada yang berpendapat kisi-kisi ini sebaiknya disampaikan kepada peserta didik.
Hasil pengukuran harus memiliki kesalahan yang sekecil mungkin timgkat kesalahan ini berkaitan dengan kehandalan alat ukur yang baik memberi hasil yang konstan bila digunakan berulang-ulang asalkan kemampuan yang diukur tidak berubah. Kesalahan pengukuran ada yang bersifat acak dan nada yang bersifat sistematik. Kesalahan acak disebabkan kondisi fisik dan mental yang diukur yang mengukur bervariasi. Kondisi mental termasuk emosi seseorang yang selalu bervariasi dan variasinya diasumsikan acak. Hal ini memudahkan dalam melakukan estimasi kemampuan seseorang.
Kesalahan yang sistematik disebabkan oleh alat ukurnya yang diukur dan apa yang mengukur, ada pendidik yang cenderung membuat soal tes yang terlalu mudah atau sulit sehingga hasil pengukuran bisa under atau over estimate dari kemampuan yang sebenarnaya. Setiap orang yang dites termasuk peserta didik tentu memiliki rasa kecemasan walau bersarnya bervariasi apabila ada perserta didik yang selalu memiliki tingkat ketika dites hasil pengukurannya cenderung under estimate dari kemampuan yang sebenarnya.
Dalam melakukan pengukuran pendidik bisa membuat kesalahan yang sistematik kesalahan ini bisa terjadi pada saat penskoran. Ada pendidik yang pemurah da nada yang mahal, bila murah dan mahal memberi skor ini berlaku pada semua peserta didik maka akan terjadi kesalahan yang sistemati akan tetapi bila berlaku pada peserta didik tertentu maka akan terjadi bias dalam pengukuran.
Demikian kompleksnya masalah pengukuran sehingga dibutuhkan teori pengukuran saat ini ada dua teori pengukuran yang digunakan secara luas yaitu teori tes klasik dan teori tes modern. Teori tes klasik menggunakan asumsi bahwa skor yang diperoleh dari seseorang dari hasil suatu pengukuran dapat diuraikan menjadi skor yang sebenarnya dan skor kesalahan selanjutnya diasumsikan bahwa tidak ada hubungan antara skor yang sebenarnya dengan skor kesalahan, dengan menggunkan dua asumsi dasr ini selanjutnya dikembangkan formula-formula untuk mengetahui tindak kesahihan (validity) dan indek kehandalan (reliability).
Teori tes klasik ini memiliki beberapa kelemahan, kelemahan yang menonjol adalah ketergantungan statistik butir pada karakteristik kelompok yang diukur sehingga besarnya statistic butir bervariasi dari suatu kelompok terhadap kelompok yang lain akibatnya sulit membandingkan kemampuan kelompok suatu dengan lainnya apalagi antara individu, kelemahan ini sudah lama disadari yaitu sejak dikembangkannya alat ukur yang digunakan pada bidang ilmu-ilmu alam atau teknologi.
Alat ukur yang digunakan pada bidang ini tidak tergantung pada objek yang diukur karena karakteristiknya tidak berubah-ubah selama objek yang diukur sama hal ini mudah dipahami karena objek yang diukur adalah objek yang mati lain halnya dengan objek pada bidang pendidikan yaitu manusia. Keadaan manusia seperti kondisi susah, senang, suka tidak suka, selalu berubah dari waktu kewaktu sehingga hasil pengukuran yang diperoleh belum tentu menunjukkan karakteristik individu yang sebenarnya oleh karena itu dikembangkan teori pengukuran yang dapat mengatasi kelemahan teori klasik.
Disisin lain teori tes modern yang berkembang saat ini disebut dengan item response theory menggunakan beberapa asumsi dasar, asumsi yang utama adalah peluang seseorang menjawab benar suatu butir tidak ditentukan oleh peluang menjawab benar butir yang lain dikenal dengan asumsi independen. Teori modern ini berusaha untuk mengembangkan suatu analisi yang menghasilkan estimasi kemampuan seseorang tanpa dipengaruhi alat ukur yang digunakan, demikian juga statistic butir juga diusahakan agar tidak tergantung pada karakteristik individu yang diukur. Berdasarkan sifat-sifat ini teori tes modern dikembangkan oleh banyak pakar pengukuran diduia ini termasuk penulis.
D. Instrumen Tes dan Nontes
1. Tes
Tes merupakan sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang benar atau salah tes diartikan juga sebagai sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban atau sejumlah pertanyaan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes (testee). Hasil tes merupakan informasi tentang karakteristik seseorang atau sekelompok orang, tes merupakan salah satu cara untuk mengestimasi besarnya tingkat kemampuan manusia secara tidak langsung yaitu melalui respons sesorang terhadap sejumlah stimulus atau pertanyaan oleh karena itu agar diperoleh informasi yang akurat dibutuhkan tes yang handal dan sahih.
Informasi yang diperoleh dari seperangkat tes sahih dan handal (hasil tes) bisa digunakan untuk memantau perkembangan mutu pendidikan. Hasil tes untuk tujuan ini harus baik yaitu memiliki kesalahan pengukuran yang sekecil mungkin kesalahan pengukuran ini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu kesalahan acak dan sistematik. Kesalahan acak disebabkan karena kesalahan dalam menentukan sampel isi tes variasi emosi seseorang termasuk variasi emosi pemeriksa lembar jawaban jika lembar jawaban pesrta tes diperiksa secara manual sedangkan kesalahan sistematik adalah kesalahan yang disebabkan karena soal tes terlalu mudah atau terlalu sukar. Ada pendidik yang cenderung membuat tes yang terlalu sulit tapi ada juga yang cenderung membuat tes yang terlalu mudah selain itu ada juga pendidik yang pemurah dan ada yang mahal dalam memberi skor hal-hal ini merupakan sumber kesalahan yang sistematik dan menjadi sesuatu hal yang lumrah kita saksikan dalam dunia pendidikan dinegara ini.
Bebrapa istilah yang sering digunakan dalam kaitan dengan tes yaitu testing, testee, dan tester. Testing adalah waktu dimana tes dilaksanakan atau waktu pelaksanaan tes, testee adalah orang yang dikenai tes atau orang yang mengerjakan tes, sedangkan tester adalah orang melakukan tes atau pelaksana tes. Ketiga istilah ini selalu berkaitan satu sama lain ketika suatu tes direncanakan pembahisan lebih komprehensip tentang tes mohon dibaca dalam buku penilaian hasil belajar.
2. Nontes
Dalam proses belajar mengajar (pembelajaran) penilaian merupakan bagian yang tidak terpisahkan satu kesatuan yang utuh dalam pembelajaran. Dalam konsep kurikulum berbasis kompentensi seperti KTSP maupun kurikulum tahun 2013 menuntut terpenuhinya tiga ranah sebagai indicator keberhasilan tiga ranah ini adalah kemampuan berpikir, keterampilan melakukan pekerjaan, dan perilaku.
Setiap peserta didik memiliki potensi pada dua ranah yaitu kemampuan berpikir dan keterampilan namun tingkatannya dari satu peserta didik yang lain bisa berbeda (Mardapi, 2004) ada peserta didik yang memilikin kemampuan berpikir rendah namun memiliki kemampuan berpikirnya biasa demikaian pula keterampilannya juga bisa tidak ada yang menonjol namun jarang sekali ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikirnya rendah dan keterampilannya rendah karena apabila demikian sulit bagi peserta didik untuk bisa hidup ditengah masyarakat karena tidak memiliki potensi untuk hidup dimasyarakat. Hampir semua pelajaran memerlukan kemampuan berpikir, kemampuan berpikir termask pada ranah kognitif meliputi kemampuan menghapal, kemampuan memahami, kemampuan menerapkan, kemampuan menganalisis, kemampuan mengevaluasi, dan kekmampuan mencipta atau dalam istilah taksonomi hasil revisi taksonomi bloom yaitu mampu untuk menguasai dimensi proses kognitif serta kemampuan metakognisi.
Kemampuan yang penting pada ranah kognitif adalah kemampuan menerapkan konsep-konsep untuk memecahkan masalah yang ada dilapangan, kemampuan ini sering disebut dengan kemampuan menstransfer pengetahuan keberbagai situasi seduai dengan konteksnya hal ini berkaitan dengan pembelajaran kontekstual hampir semua mata pelajaran berkaitan dengan kemampuan kognitif karena didalamnya diperlukan kemampuan berpikir untuk memahaminya. Kemampuan yang kedua adalah keterampilan psikomotor yaitu kemampuan yang berkaitan dengan gerak yaitu yang menggunakan otot seperti lari, melompat, praktik dilaboratorium, praktik disanggar, melukis, berbicara, mengbongkar dan memasang peralatan dan sebagainya. Peringkat kemampuan psikomotorik ada lima yaitu gerakan reflek, gerakan dasar, kemampuan perseptul, kemampuan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursip (Sax, 1980). Gerakan reflek adalah respon motor atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan kompleks yang khusus peserta didik yang telah mencapai kompotensi dasar pada ranah ini mampu melakukan tugas dalam bentuk keterampilan sesuai dengan standar atau kriteria.
Kemampuan perceptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan kemampuan motor atau gerak kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan yang paling terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang mampu diakukan peserta didik sehingga menghasilkan produk yang optimal seperti keterampilan melakukan gerak tari, keterampialan mengendarai sepeda atau sepeda motor, untuk mencapai gerakan terampil peserta didik harus belajar secara sistemati melalui langkah-langkah tertentu. Gerakan yang telah dipelajari peserta didik akan tersimpan lam sehingga apabila peserta didik salah dalam mempelajari gerakan psikomotor maka sulit untuk memperbaikinya oleh karena itu guru harus merancang dengan baik pembelajaran psikomotor sehingga mencapai standar.komunikasi nondiskursip adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan hal ini berkaitan kemampuan mengucapkan kata-kata dalam mempelajari bahasa asing seperti ketika peserta didik belajar gerakan lidah, penepatan lidah dan tekanan suara sehingga pserta didik dapat mengucapkan berbagai kata dengan benar.
Pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, pendidikan seni, serta pelajaran lain yang memerlukan praktik seperti teknologi. Kegiatan pada pelajaran yang berkaitan dengan ranah psikomotori selalu berhubungan dengan gerak anggota badan pesrta didik melalui tahapan tertentu setiap tahapan memiliki kunci gerakan seperti gerakan memukul bola tenis, gerakan membuka busi, gerakan membuka tari, gerakan mematri komponen elektronika, dan sebagainya. Ranah efektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi atau niai. Menurut popham (1995) ranah efektif menentukan keberhasilan belajar seseorang, orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan studi secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal oleh karena itu semua guru harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik belajar pelajaran yang diampu guru selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebainaya untuk itu semua lembaga pendidikan dalam merancang program pembelajaran harus memperhatikan ranah efektif. Hasil belajar akan bermanfaat bagi masyarakat bagi masyarakat bila para lulusan memiliki perilaku dan pandangan yang positif adalam ikut mensejahterakan dan menentramkan masyarakat.
Referensi
Mansyur, Harun rasyid dan Suratno. 2015. Komponen Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belejar.