Perkembangan Budaya Pra-Aksara di Indonesia Lengkap dengan Penjelasannya : Zaman Palaeolithikum, Mesolithikum, Neolithikum, Megalithikum, Zaman Logam
Tuesday, October 29, 2019
Wawasan Pendidikan; Masa praaksara
merupakan masa dimana manusia belum mengenal tulisan. Perkembangan masa praaksara terjadi pada
semua suku bangsa yang ada di dunia dengan periode yang berbeda. Pada masa ini juga ditemukan hasil budaya
praaksara yang cukup beragam. Beberapa
peninggalan kebudayaan masa praaksara bahkan masih bisa ditemukan di
lingkungannya. Lalu bagaimana perkembangan
kebudayaan pada masa praaksara di Indonesia?
Berikut ini adalah penjelasan lengkapnya. (Baca Juga : Hasil Budaya Masyarakat Pra Aksara)
Secara garis besar,
ada dua jenis kebudayaan praaksara yang dihasilkan yaitu Kebudayaan Material
(Kebendaan) dan Kebudayaan Immaterial (Rohani)
Kebudayaan Material (Kebendaan)
Kebudayaan
material bisa diartikan sebagai hasil kebudayaan praaksara yang bisa digunakan
untuk membantu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Adapun kebudayaan manusia purba dibagi menjadi 5 zaman, yaitu
Palaeolithikum, Mesolithikum, Neolithikum, Megalithikum, dan Zaman Logam.
1. Palaeolithikum (Zaman Batu Tua)
Berdasarkan penemuan
fosil, jenis manusia purba yang hidup pada zaman Palaeolithikum adalah
Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus Paleojavanicus, dan Homo
Soloensis yang ditemukan di aliran Sungai Bengawan Solo.
Ciri-ciri masyarakat
di Zaman Palaeolithikum adalah nomaden, sangat tergantung pada alam sekitar,
menggunakan alat-alat yang masih sangat sederhana, dan menggunakan bahasa yang
sederhana untuk berkomunikasi.
Alat yang dihasilkan
pada zaman Palaeolithikum adalah: kapak genggam, kapak perimbas, alat-alat dari
tulang binatang, tanduk rusa dan flakes.
Adapun berdasarkan
daerah penemuannya, alat kebudayaan zaman Palaeolithikum dikelompokkan menjadi
dua kebudayaan, yaitu:
- Kebudayaan Pacitan
Alat batu dan
kapak genggam ditemukan oleh Koeningswald pada tahun 1935 di Pacitan. Kapak genggam yang ditemukan berbentuk kapak
namun tidak bertangkai dan masih dikerjakan dengan sangat kasar (belum
dihaluskan). Para ahli menyebut alat ini
sebagai kapak penetak.
Selain di
Pacitan, hasil budaya masyarakat praaksara juga ditemukan di Progo dan Gombong,
Jawa Tengah, Sukabumi (Jawa Barat) dan Lahat di Sumatera Utara. Alat yang ditemukan berupa kapak genggam dan
alat penetak.
Alat-alat
tersebut ditemukan pada lapisan yang sama dengan ditemukannya fosil manusia
purba Pithecanthropus Erectus sehingga dianggap sebagai manusia pendukung
kebudayaan Pacitan.
- Kebudayaan Ngandong
Di Ngandong
dan Sidoarjo, Jawa Timur para ahli menemukan alat tulang, flakes (alat serpih),
alat penusuk dari tanduk rusa, dan ujung tombak bergerigi. Sementara di dekat Sangiran ditemukan alat
sangat kecil terbuat dari batuan indah seperti kalsedon yang disebut “serbih
pilah” dan banyak ditemukan di wilayah Cabbenge, Sulawesi Selatan.
Kebudayaan
Ngandong juga didukung dengan penemuan lukisan dinding goa seperti lukisan
tapak tangan berwarna merah dan babi hutan di Goa Leang Pattae, Sulawesi
Selatan.
Peralatan yang
ditemukan adalah flakes (alat serpih) berupa pisau, peralatan dari tulang dan
tanduk berupa belati, mata tombak bergerigi, alat pengorek ubi, tanduk rusa,
dan duri ikan yang diruncingkan.
Manusia
pendukung kebudayaan Ngandong adalah Homo Soloensis dan Homo Wajakensis karena
ditemukan pada lapisan yang sama dengan peralatan kebudayaan Ngandong.
Secara umum alat yang dihasilkan pada zaman
Palaeolithikum adalah:
- Kapak genggam
Jenis alat ini
disebut sebagai chopper (alat penetak/pemotong) dan banyak ditemukan di wilayah
Pacitan. Disebut dengan kapak genggam
karena bentuknya menyerupai kapak meskipun tidak bertangkai, cara
menggunakannya adalah dengan digenggam.
Cara pembuatannya
adalah dengan memangkas salah satu sisi batu sampai tajam sementara sisi
lainnya dibiarkan apa adanya sebagai tempat untuk menggenggam. Fungsi dari alat kapak genggam adalah untuk
menggali umbi-umbian, memotong, dan menguliti binatang.
- Kapak perimbas
Jenis alat ini paling
banyak ditemukan di wilayah Pacitan sehingga Koeningswald menyebutnya sebagai
Kebudayaan Pacitan. Selain di Pacitan,
kapak perimbas juga ditemukan di wilayah Gombong (jawa Tengah), Sukabumi (Jawa
Barat), Lahat (Sumatera Selatan), dan Gua Choukoutieen (Beijing). Fungsinya adalah untuk merimbas kayu, memahat
tulang, dan sebagai senjata.
- Alat-alat dari tulang binatang dan tanduk rusa
Jenis alat ini
merupakan hasil kebudayaan Ngandong, kebanyakan berupa alat penusuk atau belati
dan ujung tombak yang bergerigi.
Fungsinya adalah untuk menangkap ikan dan mengorek ubi atau keladi dari
dalam tanah.
- Flakes
Hasil kebudayaan praaksara
ini merupakan alat-alat kecil yang terbuat dari batu Chalcedon. Fungsinya adalah untuk mengupas makanan. Sama seperti alat-alat tulang, alat ini
merupakan hasil kebudayaan Ngandong.
Selain untuk mengupas makanan, flakes juga digunakan untuk berburu,
menangkap ikan, mengumpulkan ubi dan buah-buahan
2. Mesolithikum (Zaman Batu Tengah)
Pada zaman ini ada dua tempat penemuan alat, yaitu:
- Di bukit-bukit kerang pinggir pantai yang disebut dengan “kjokkenmodinger” (sampah dapur), istilah ini dari kata “kjokken” atau dapur dan “modinger” atau sampah. Atau bisa diartikan sebagai tumpukan kulit kerang dan siput yang telah membatu dan banyak ditemukan di pinggir pantai. Jenis alat yang ditemukan berupa kapak genggam (pebble: kapak Sumatera), pipisan (batu penggilingan), dan kapak pendek (hache courte)
- Di gua-gua yang disebut dengan “Abris Sous Roche” atau tumpukan dari sisa makanan yang telah membatu di dalam gua. Jenis alat yang ditemukan berupa flakes (alat serpih), ujung mata panah, pipisan (batu penggilingan), kapak, alat-alat dari tulang, dan tanduk rusa. Alat-alat tersebut ditemukan di Gua Lawa, Sampung, Jawa Timur atau dikenal dengan istilah Sampung Bone Culture, yaitu kebudayaan Sampung yang terbuat dari tulang. Manusia yang mendukung kebudayaan Mesolithikum ini adalah bangsa Papua-Melanosoid.
Tiga bagian penting dalam Kebudayaan
Mesolithikum adalah:
- Peble Culture, yaitu alat kebudayaan berupa kapak genggam yang ditemukan di kjokkenmodinger.
- Bone Culture, yaitu alat kebudayaan dari tulang.
- Flakes Culture, yaitu hasil kebudayaan berupa alat serpih yang ditemukan di Abris Sous Roche.
- Sudah tidak bersifat nomaden, sudah memiliki tempat tinggal semi permanen seperti di gua dan di pantai.
- Sudah memiliki kemampuan dalam bercocok tanam walaupun masih terbilang sederhana.
- Sudah memiliki kemampuan untuk membuat kerajinan gerabah.
- Food gathering.
Salah satu ciri khas dari zaman Batu Muda ini adalah penggunaan
alat-alat batu yang sudah diasah dengan halus.
Selain itu, masyarakat pada zaman ini juga sudah mengenal bercocok tanam
dan beternak, serta mulai mengembangkan gotong royong.
Pada zaman ini mulai terjadi revolusi kehidupan berupa perubahan dari
kehidupan nomaden dan food gathering menjadi sedenter atau pol hidup menetap
dengan food producing.
Berdasarkan peralatannya kebudayaan pada zaman Neolithikum dibedakan
menjadi kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong (menurut Heine Geldern),
berdasarkan pada penampang yang berbentuk persegi panjang dan lonjong.
Beberapa peninggalan budaya Neolithikum adalah:
- Kapak persegi, seperti beliung, cangkul, dan tatah untuk mengerjakan kayu. Jenis alat ini ditemukan di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Alat dengan ukuran besar disebut beliung yang berfungsi sebagai cangkul sementara alat dengan ukuran kecil disebut tarah atau tatah digunakan sebagai alat pahat untuk memahat kayu.. Selain menggunakan bahan batu biasa, pembuatan kapak juga menggunakan batu api atau chalcedon. Penggunaan batu api dalam pembuatan kapak kemungkinan untuk keperluan upacara keagamaan, jimat atau tanda kebesaran.
- Kapak bahu, seperti halnya kapak persegi hanya di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Alat ini hanya ditemukan di wilayah Minahasa.
- Kapak Lonjong, ditemukan di wilayah Papua, Seram, Gorong, Minahasa, Tanimbar, Leti, dan Serawak. Fungsinya adalah sebagai cangkul.
- Perhiasan berupa gelang dan kalung dari batu yang indah, ditemukan di wilayah Jawa.
- Pakaian yang terbuat dari kulit kayu.
- Tembikar berupa periuk belanga, ditemukan di wilayah Jawa, Sumatera, dan Melolo (Sumba).
Disebut dengan
megalithikum karena hasil kebudayaan pada masa ini berbentuk bangunan atau monumen
yang terbuat dari batu dan berukuran besar.
Kebudayaan ini muncul pada akhir zaman Neolithikum namun perkembangannya
justru terjadi pada zaman perunggu (Kebudayaan Dongson). Menurut R. Von
Heine Geldern, tradisi dan budaya megalitik masuk ke Indonesia dalam dua
periode, yaitu:
- Megalitik Tua, yang berlangsung sekitar 2.500-1.500 SM dan dibawa oleh pendukung kebudayaan bercocok tanam.
- Megalitik Muda, yang berlangsung sekitar 1.000 SM dan dibawa oleh pendukung kebudayaan Dongson.
- Masyarakat di zaman ini sudah menganut kepercayaan animisme, dinamisme, dan totemisme.
- Sudah mengenal budidaya atau peternakan binatang.
- Adanya kehidupan politik yang masih bersifat kesukuan.
- Memiliki sistem dan praktik bercocok tanam yang semakin berkembang dan menetap.
- Sistem sosial yang semakin berkembang.
- Memiliki ketergantungan dengan alam.
- Membuat bangunan atau monumen dari batu besar.
Bentuk-bentuk
kebudayaan megalithikum di Indonesia sangat erat kaitannya dengan kepercayaan
nenek moyang. Dimana upacara maupun
ritual kepecayaan menjadi bagian dari kebudayaan di zaman Megalithikum. Berikut ini adalah beberapa hasil kebudayaan
masyarakat praaksara di Zaman Megalithikum:
- Menhir
- Dolmen/Stonehenge
Fungsinya
adalah sebagai tempat untuk sesaji dan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Pada bagian bawah dolmen juga sering
digunakan untuk meletakkan mayat dengan kaki meja dari batu yang rapat untuk
melindungi mayat dari binatang buas.
Dolmen banyak ditemukan di daerah Besuki, Jawa Timur dan dikenal dengan
istilah pandhusa.
- Sarkofagus
Keranda
zaman Megalithikum ini terbuat dari batu utuh dengan bentuk menyerupai lesung
yang diberi tutup. Pada bagian dinding
muka biasanya tedapat ukiran berbentuk manusia atau binatang yang dianggap
memiliki kekuatan magis. Sarkofagus
banyak ditemukan di wilayah Bali dan Bondowoso, Jawa Timur.
- Kubur Batu
Hasil
budaya Zaman Megalithikum ini berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan jenazah
disertai bekal kuburnya. Bentuknya
menyerupai bangunan kuburan dan terbuat dari batu besar yang masing-masing
papan batunya lepas satu sama lain.
Kubur batu ditemukan di wilayah Bali, Pasemah (Sumatera Selatan, Cepu (Jawa
Tengah), Wonosari (Yogyakarta), dan Cirebon (Jawa Barat).
- Punden Berundak
Merupakan
peninggalan Zaman Megalithikum yang menyerupai struktur bangunan dengan susunan
bertingkat atau undak-undakan yang memotong lereng bukit. Punden berundak bisa ditemukan di Pagguyangan
Cisolok, dan Gunung Padang, Jawa Barat. Punden
berundak juga digunakan pada periode selanjutnya seperti yang terlihat pada
Candi Borobudur dan Kompleks Makam Raja Mataram.
- Arca Batu
Peninggalan
masyarakat praaksara ini berupa patung dari batu yang biasanya berbentuk
manusia atau binatang seperti gajah, harimau, kerbau, dan monyet. Salah satunya adalah Arca Batu Gajah yang
ditemukan di Pasemah (Sumatera Selatan).
Peninggalan lainnya ditemukan di Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
- Waruga
Bangunan
ini merupakan makam batu dari leluhur masyarakat Minahasa yang terdiri dari dua
bagian. Yaitu bagian berbentuk segitiga
yang pada bagian bawahnya berbentuk kotak dengan ruang di tengah sebagai tempat
untuk menyimpan jenazah.
- Batu Lumpang
Hasil
kebudayaan Megalithikum ini berbentuk batu memanjang dengan cekungan di bagian
tengahnya. Fungsinya adalah sebagai
tempat untuk mengolah makanan sebagai persembahan kepada leluhur. Batu lumpang ditemukan di Situs Pasir
Lulumpang, Garut dan Situs Patakan di Lamongan, Jawa Timur.
Selain itu ada juga
peninggalan zaman Megalithikum berupa Batu Dakon dengan beberapa cekungan di
permukaannya, serta Batu Kenong dengan bentuk bulat dan menonjol pada bagian
atasnya.
Beberapa situs
Megalithikum di Indonesia bisa ditemukan di beberapa wilayah, diantaranya
adalah Situs Pasemah di Sumatera Selatan, Situs Gunung Padang di Cianjur, dan
Situs Kampung Bena di NTT.
5. Zaman Logam
Zaman Logam dibagi
menjadi 3, yaitu:
a. Zaman Tembaga, yaitu zaman ketika manusia menggunakan alat-alat yang
terbuat dari tembaga untuk membantu kebutuhan hidupnya.
b. Zaman Perunggu Perunggu
merupakan perpaduan antara tembaga dan timah.
Cara pembuatan alat dengan menggunakan perunggu ada dua, yaitu:
- Bivalve
Cara ini dilakukan dengan menggunakan
cetakan dari batu yang terdiri dari dua bagian dan diikat menjadi satu. Lelehan logam kemudian dituang ke dalam
cetakan dan ditungggu sampai mengeras.
Setelah keras, cetakan dibuka dan bisa digunakan untuk mencetak lagi.
- A Cire perdue (cara tuangan lilin)
Cara ini dilakukan dengan membuat model
benda dari lilin kemudian dibungkus tanah liat dan bagian atasnya diberi
lubang. Kemudian dibakar hingga lapisan
lilin meleleh melalui lubang.
Dari bagian lubang kemudian dituangkan
lelehan logam sampai penuh dan ditunggu sampai mengeras. Setelah keras, tanah liat dipecahkan dan
hasil cetakan logam dirapikan. Pada
teknik ini alat hanya bisa digunakan satu kali saja.
Beberapa
alat hasil budaya pada zaman perunggu adalah:
- Kapak Corong atau kapak perunggu yang digunakan sebagai alat perkakas dan banyak ditemukan di wilayah Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, dan Papua.
- Candrasa, yaitu alat perunggu yang dilengkapi dengan hiasan. Biasanya digunakan sebagai tanda kebesaran kepala suku dan sarana untuk upacara keagamaan.
- Nekara Perunggu (moko), bentuknya seperti dandang dan berfungsi untuk upacara keagamaan, sebagai mas kawin, dan ritual meminta hujan. Untuk keperluan ini nekara yang digunakan diberi hiasan katak pada bagian atasnya. Nekara perunggu banyak ditemukan di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Sumbawa, Kepulauan Selayar, Rote, Leti, dan Kepulauan Kei.
- Bejana Perunggu, bentuknya seperti periuk namun lebih gepeng. Jenis alat ini ditemukan di wilayah tepi Danau Kerinci dan Madura.
- Arca Perunggu, bentuknya cukup bervariasi ada yang berbentuk manusia maupun binatang. Biasanya arca perunggu dibuat dalam ukuran kecil dan dilengkapi semacam kolong pada bagian atasnya sebagai tempat untuk menggantungkan arca. Peninggalan arca perunggu ditemukan di wilayah Palembang, Bangkinang di Riau dan di Limbangan, Bogor.
- Perhiasan, bentuknya sangat beranekaragam mulai dari cincin, kalung, gelang tangan, gelang kaki, hingga liontin. Diantara bentuk perhiasan yang ditemukan terdapat semacam cincin dengan ukuran yang sangat kecil dan diperkirakan sebagai alat tukar atau mata uang. Jenis hasil budaya dari perunggu ini ditemukan di Bogor, Malang, dan Bali.
c. Zaman Besi Pada masa ini,masyarakat praaksara sudah mengenal pembuatan alat dengan cara
melebur besi untuk menghasilkan alat-alat yang dibutuhkan. Diantaranya adalah mata kapak yang dikaitkan
pada tangkai kayu, mata sabit untuk menyabit tumbuh-tumbuhan, mata pisau, mata
pedang, cangkul, dll. Hasil budaya pada
zaman besi banyak ditemukan di wilayah Gunung Kidul (Yogyakarta), Besuki dan
Punung di Jawa Timur, dan di Bogor.
Hasil budaya berupa
alat-alat untuk memenuhi kebutuhan hidup di atas merupakan Kebudayaan
Material. Selain kebudayaan material,
masyarakat praaksara juga memiliki kebudayaan immaterial.
Kebudayaan
Immaterial
Kebudayaan
Immaterial atau Rohani ditandai dengan munculnya sistem kepercayaan dalam
kehidupan manusia yang telah berlangsung sejak masa berburu dan mengumpulkan
makanan yaitu berupa penghormatan kepada orang yang meninggal.
Pada masa bercocok
tanam, kepercayaan berubah menjadi pemujaan kepada roh leluhur (animisme dan
dinamisme) yang terlihat dari hasil kebudayaan megalitik. Dalam perkembangan selanjutnya, manusia mulai
menyadari adanya kekuatan yang Maha Besar di luar diri manusia yaitu kekuatan
Tuhan (monoisme).
Referensi:
Suparno, Drs. 2018.
Modul Pendamping Sejarah Indonesia untuk SMK/SMA Kelas X Semester 1. Klaten Utara: Mulia Group.