Tingkat Kepatuhan terhadap Wajib Pajak
Thursday, May 23, 2019
Wawasan Pendidikan; Pajak adalah pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. setiap warga yang baik diharapkan memiliki kepatuhan terhadap wajib pajak. adapun penjabaran tingkat kepatuhan terhadap wajib pajak dijabarkan sebagai berikut.
Pengertian Tingkat Kepatuhan
Kepatuhan adalah motivasi seseorang, kelompok atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dengan aturan yang telah ditetapkan. Perilaku patuh seseorang merupakan interaksi antara perilaku individu kelompok dan organisasi. Motivasi yang dimiliki seseorang sangat terpengaruh oleh faktor lingkungannya, baik internal maupun eksternal. (Baca Juga Pengertian, ciri dan fungsi pajak)
Menurut Suryadi (2006) sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia saat ini menuntut Wajib Pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Sistem pemungutan yang berlaku adalah self assesment system, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut. Oleh karena itu, kesadaran dan kepatuhan subjek pajak sangat diperlukan guna meningkatkan penerimaan penerimaan pajak.
Kriteria Wajib Pajak Patuh
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh bila memenuhi kriteria :
1. Kriteria Umum
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003, Wajib Pajak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh bila memenuhi kriteria :
1. Kriteria Umum
- Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2 (dua) tahun terakhir.
- Dalam tahun terakhr, penyampaian SPT masa yag terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut.
- SPT masa yang terlambat sebagaimana yang dimaksudkan dalam poin a dan b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT masa-masa pajak berikutnya.
- Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semu jenis pajak : (1) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, (2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.
- Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan. Yang termasuk sebagai tindak pidana dibidang perpajakan adalah tindak pidana yang sesuai dengan pasal 39 Undang-undang KUP yaitu :
-Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
-Tidak menyampaikan SPT
-Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap
-Menolak untuk dilakukan pemeriksaan
-Memperlihatkan pembukuan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan pada saat pemeriksaan
-Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan catatan atau dokumen lainnya untuk kepentingan pemeriksaan
-Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut
2. Kriteria Khusus
a. Bagi Wajib Pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit dalam 2 (dua) tahun terakhir
a. Bagi Wajib Pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit dalam 2 (dua) tahun terakhir
- Menyelenggarakan pembukuan sesuai ketentuan pasal 28 UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan yang terakhir kali diubah dnegan UU No. 16 Tahun 2000
- Apabila pernah dilakukan pemeriksaan koreksi fiscal yang dilakukan pemeriksaan pajak untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%
b. Bagi Wajib Pajak yang laporan keuangannya diaudit
- Laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan public atau badan pengawasan keuangan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiscal
- Laporan keuangan yang diaudit harus memenuhi syarat :
-Disusun dalam bentuk panjang (Long Term Report). Menyajikan rincian tiap-tiap pos secara lengkap dan jelas setidaknya ada uraian untuk masing-masing pos khususnya untuk pos yang sifatnya material.
-Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiscal.
Pajak Penghasilan (PPh)
Dari sekian banyak jenis pajak yang ada, Pajak Penghasilan (PPh) merupakan harapan pemerintah untuk setiap tahunnya bertambah besar, baik dari jumlah penerimaan maupun dari segi Wajib Pajak yang membayarnya. Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya.
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterimanya atau diperolehnya dalam tahun pajak. Alat yang sering digunakan untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak adalah ketepatan waktu pelaporan SPT. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan dokumen yang menjadi alat kerjasama antara Wajib Pajak dan administrasi pajak, yang memuat data yang diperlukan untuk menetapkan secara tepat jumlah pajak yang terutang. Pengertian SPT dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan atau ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Sesuai dengan prinsip self assesment system, Wajib Pajak harus melaporkan pajak masa dan pajak tahunannya. SPT Masa adalah SPT untuk suatu masa pajak, sedangkan SPT Tahunan merupakan SPT untuk suatu Tahun Pajak atau bagian tahun pajak. Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah seperti berikut ini.
- Untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak.
- Untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
- Untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka Wajib Pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa denda seperti berikut ini.
- Denda sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan (SPT) lainnya.
- Denda sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
- Denda sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Macam - Macam Kepatuhan Wajib Pajak
Di dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, terdapat informasi mengenai jumlah PPh Terutang yang dapat menjadi dasar untuk mengetahui besarnya peningkatan penerimaan pajak tiap tahunnya. Sehingga, semakin patuh Wajib Pajak melaporkan SPT tahunannya, maka peningkatan penerimaan pajak akan dapat direalisasikan (Agusti dan Herawaty, 2009).
Ada dua macam kepatuhan yaitu:
- Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
- Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal”.
Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Ahli
Menurut Chaizi Nascuha (2004) yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010) menytakan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah :
- Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri
- Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan (SPT)
- Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan
- Kepatuhan dalam pembyaran tunggakan.
Jadi kepatuhan wajib pajak adalah rasa bersalah dan rasa malu, presesi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.
Menurut Norman D. Nowark yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaraan pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana”.
- Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.
- Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.
- Membayar pajak yang yang terutang tepat pada waktunya”.
Kewajiban wajib pajak menurut undang-undang nomor 28 tahun 2007 adalah sebagai berikut:
- Mendaftarkan diri pada Direktorat Jendrral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
- Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.
- Mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa indonesia dengan menggunakan huruf latin. Angka Arab, satuan mata uang rupiah, serta mendatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jendral Pajak tempat wajib pajak terdaftar.
- Menyampaikan surat pemberitahuan dalam bahasa indonesia dengan menggunakan satu mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanannya diatur dengan atas berdasarkan Peratuan Mentri Keuangan.
- Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan surat pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan.
- Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
- Menyelanggarakan pembukuan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebasdan wajib pajak badan, dan melakukan pencatatan bagi wjib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas”.
Sedangkan menurut Chaizi Nasucha (2004) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak adalah:
“Kepatuhan adalah suatu pemenuhan kewajiban perpajakan, yang harus dilakukan wajib pajak melalui tingkat pelaporan SPT, laporan penyelsaian tunggakan pajak dan perkembangan pembayaran atau penyetoran pajak terutang”.
“Kepatuhan adalah suatu pemenuhan kewajiban perpajakan, yang harus dilakukan wajib pajak melalui tingkat pelaporan SPT, laporan penyelsaian tunggakan pajak dan perkembangan pembayaran atau penyetoran pajak terutang”.
Berdasarkan dari pengertian kepatuhan wajib pajak diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan seperti mengisi jujur, lengkap dan benar surat pemberitahuan (SPT) yang disampaikan ke kantor pelayana pajak.
Untuk mengantisipasi wajib pajak yang menghindari atau meloloskan diri dari kewajiban perpajakan tersebut, maka peran pemerintah sebagai fiskus sangat diharapkan agar dapat memotivasi, mengarahkan dan bahkan merangsang wajib pajak untuk patuh dan taat dalam memenuhi kewajibannya.
Daftar Pustaka
- Suryadi. 2006. Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak. Jurnal Keuangan Publik, Vol 4,1 : 105-121.
- Keputusan Mentri Keuangan No. 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni tentang Kriteria Wajib Pajak yang dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran.
- Agusti,A.Fdan Herawaty, V. 2009. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Yang Dimoderasi Oleh Pemeriksaan Pajak Pada KPP Pratama. Simposium Nasional Akuntansi XII.Palembang.
- Siti Kurnia Rahayu, 2010 . PERPAJAKAN INDONESIA : Konsep dan Aspek Formal, Yogyakarta : Graha Ilmu.
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
- Nasucha, Chaizi. 2004. Reformasi Administrasi Publik. Jakarta: Grasindo