Pengertian dan Unsur serta Hal-hal yang dapat mempengaruhi Rasio Kecukupan Modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR)
Sunday, September 23, 2018
Wawasan Pendidikan; kali ini sobat pendidikan akan berbagi artikel tentang Pengertian dan Unsur serta Hal-hal yang dapat mempengaruhi Rasio Kecukupan Modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR). semoga bermanfaat.
A. Pengertian Rasio Kecukupan Modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) atau sering disebut rasio permodalan merupakan modal pasar yang harus dipenuhi oleh bank. Modal ini digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank. Faktor utama yang cukup mempengaruhi jumlah modal bank adalah jumlah modal minimum yang ditentukan oleh penguasa moneter yang biasanya merupakan wewenang bank sentral.
1. Menurut Lutumerissa (2009) menyatakan:
“Bahwa tingkat atau jumlah modal bank yang memadai (capital adequacy ratio) diperlukan untuk meningkatkan ketahanan dan efisiensi di era deregulasi saat ini. Jumlah modal yang memadai memegang peranan penting dalam memberikan rasa aman kepada calon atau para penitip uang. Namun masih terdapat perbedaan cara dalam menentukan tingkat permodalan yang sehat”.
2. Menurut Sinungan (2009) pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah:
“Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah perbandingan antara modal sendiri bank dengan kebutuhan modal yang tersedia setelah dihitung pertumbuhan resiko (margin risk) dari akibat yang berisko”.
3. Menurut Suhardi (2003) menyatakan:
“Secara teknis kewajiban penyediaan modal minimum diukur dari persentase tertentu Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR), sedangkan pengertian modal meliputi modal inti dan modal pelengkap (masing-masing seimbang)”.
4. Menurut Siamat (2003). Menyatakan:
“Perhitungan penyediaan modal minimum (capital adequacy) didasarkan pada Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)”. Yang dimaksud dengan aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana yang tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontijen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang didasarkan pada golongan nasabah, penjaminan atau sifat barang jaminan.
5. Menurut Susilo (2000) menyatakan :
“Kecukupan modal merupakan faktor yang sangat penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian”. Bank Indonesia menetapkan Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan kewajiban penyediaan modal minimum yang harus dipertahankan oleh bank sebagai kinerja perusahaan dan pengembangan perusahaan serta untuk menapung kerugian yang dialami perusahaan, rasio ini merupakan pembagian dari modal (primary capital dan secondary capital) dengan total Akiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah nilai total masing-masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva tersebut. Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot 0% dan aktiva yang paling berisiko diberi bobot 100%. Dengan demikian ATMR menunjukkan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modl dalam jumlah yang cukup” (Susilo, 2000).
B. Unsur Rasio Kecukupan Modal atau CAR (Capital Adequacy Ratio)
Ketentuan pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/20/KEP/DIR tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank tanggal 29 Mei 1993, modal bagi bank yang beroperasi di Indonesia diatur sebagai berikut (Djumhana, 2000) yaitu:
1. Modal bagi bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri dari modal inti (primary capital) dan modal pelengkap (secondary capital).
2. Modal bagi bank kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri terdiri atas dana bersih kantor pusat dan kantor cabangnya di luar Indonesia (net head office funds).
Modal inti (primary capital) terdiri dari:
a. Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya.
b. Agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya.
c. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual.
d. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan pendirian, atau anggaran dasar masing-masing bank.
e. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat anggota.
f. Laba tahun lalu, yaitu seluruh laba bersih tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak dan belum ditetapkan penggunaannya oeh Rapat Umum Pemegang Saham.
g. Laba yang ditahan (retained earnings), yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh RUPS/ rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan.
h. Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan (hanya 50%) setelah dikurangi taksiran pajak.
Modal pelengkap (secondary capital) terdir dari:
a. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak.
b. Penyisihan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif.
c. Modal pinjaman (sebelum modal kuasi), yaitu hutang yang didukung oleh instrument atau warkat yang memiliki sifat seperti modal.
d. Pinjaman subordinasi.
C. Hal-hal Yang Dapat Mempengaruhi Capital Adequacy Ratio (CAR)
Menurut Widjanarto (2003) posisi Capital Adequacy Ratio (CAR) suatu bank tergantung pada:
1. Jenis aktiva serta besarnya risiko yang melekat padanya.
2. Kualitas aktiva atau tingkat kolektibilitasnya
3. Total aktiva suatu bank semakin besar aktiva maka semakin bertambah pula risikonya.
4. Sruktur posisi kualitas permodalan bank.
5. Kemampuan bank untuk meningkatkan pendapatan dan laba.
Menurut Widjanarto, posisi Capital Adequacy Ratio (CAR) dapat ditingkatkan/diperbaiki antara lain dengan:
1. Memperkecil komitmen pinjaman yang tidak digunakan.
2. Jumlah atau posisi pinjaman yang diberikan dikurangi atau diperkecil sehingga risiko semakin berkurang.
3. Fasilitas bank garansi yang hanya memperoleh hasil pendapatan berupa posisi yang relatif kecil namun dengan risiko yang sama besarnya dengan pinjaman ada baiknya dibatasi.
4. Komitmen L/C bagi bank-bank devisa yang belum benar-benar memperoleh kepastian dalam penggunaannya atau tidak dapat dimanfaatkan secara efisien sebaiknya juga dibatasi.
5. Penyertaan yang memiliki risiko 100% perlu ditinjau kembali apakah bermanfaat optimal atau tidak.
6. Posisi aktiva tetap dan inventaris diusahakan agar tidak berlebihan dan sekedar memenuhi kelayakan.
7. Menambah atau memperbaiki posisi modal dengan cara setoran tunai, go public, dan pinjaman subordinasi jangka panjang dari pemegang saham.
Daftar pustaka
Latumaerissa. (2009). Manajemen Perbankan. Edisi Kedua. Bogor: Ghalia.
Sinungan, Muchdarsyah. (2009). Manajemen Keuangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Suhardi, Gunarto. (2003). Usaha Perbankan. Yogyakarta: Kanisius.
Siamat. (2008). Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Susilo, Sri Y, dkk. (2008). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
Djumhana, Muhammad. (2000). Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Widjanarto, 2003, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka Utama, Jakarta.
A. Pengertian Rasio Kecukupan Modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) atau sering disebut rasio permodalan merupakan modal pasar yang harus dipenuhi oleh bank. Modal ini digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank. Faktor utama yang cukup mempengaruhi jumlah modal bank adalah jumlah modal minimum yang ditentukan oleh penguasa moneter yang biasanya merupakan wewenang bank sentral.
1. Menurut Lutumerissa (2009) menyatakan:
“Bahwa tingkat atau jumlah modal bank yang memadai (capital adequacy ratio) diperlukan untuk meningkatkan ketahanan dan efisiensi di era deregulasi saat ini. Jumlah modal yang memadai memegang peranan penting dalam memberikan rasa aman kepada calon atau para penitip uang. Namun masih terdapat perbedaan cara dalam menentukan tingkat permodalan yang sehat”.
2. Menurut Sinungan (2009) pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah:
“Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah perbandingan antara modal sendiri bank dengan kebutuhan modal yang tersedia setelah dihitung pertumbuhan resiko (margin risk) dari akibat yang berisko”.
3. Menurut Suhardi (2003) menyatakan:
“Secara teknis kewajiban penyediaan modal minimum diukur dari persentase tertentu Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR), sedangkan pengertian modal meliputi modal inti dan modal pelengkap (masing-masing seimbang)”.
4. Menurut Siamat (2003). Menyatakan:
“Perhitungan penyediaan modal minimum (capital adequacy) didasarkan pada Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)”. Yang dimaksud dengan aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana yang tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontijen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang didasarkan pada golongan nasabah, penjaminan atau sifat barang jaminan.
5. Menurut Susilo (2000) menyatakan :
“Kecukupan modal merupakan faktor yang sangat penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian”. Bank Indonesia menetapkan Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan kewajiban penyediaan modal minimum yang harus dipertahankan oleh bank sebagai kinerja perusahaan dan pengembangan perusahaan serta untuk menapung kerugian yang dialami perusahaan, rasio ini merupakan pembagian dari modal (primary capital dan secondary capital) dengan total Akiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) adalah nilai total masing-masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot risiko aktiva tersebut. Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot 0% dan aktiva yang paling berisiko diberi bobot 100%. Dengan demikian ATMR menunjukkan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modl dalam jumlah yang cukup” (Susilo, 2000).
B. Unsur Rasio Kecukupan Modal atau CAR (Capital Adequacy Ratio)
Ketentuan pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/20/KEP/DIR tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank tanggal 29 Mei 1993, modal bagi bank yang beroperasi di Indonesia diatur sebagai berikut (Djumhana, 2000) yaitu:
1. Modal bagi bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri dari modal inti (primary capital) dan modal pelengkap (secondary capital).
2. Modal bagi bank kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri terdiri atas dana bersih kantor pusat dan kantor cabangnya di luar Indonesia (net head office funds).
Modal inti (primary capital) terdiri dari:
a. Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya.
b. Agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya.
c. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual.
d. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan pendirian, atau anggaran dasar masing-masing bank.
e. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau rapat anggota.
f. Laba tahun lalu, yaitu seluruh laba bersih tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak dan belum ditetapkan penggunaannya oeh Rapat Umum Pemegang Saham.
g. Laba yang ditahan (retained earnings), yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh RUPS/ rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan.
h. Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan (hanya 50%) setelah dikurangi taksiran pajak.
Modal pelengkap (secondary capital) terdir dari:
a. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak.
b. Penyisihan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif.
c. Modal pinjaman (sebelum modal kuasi), yaitu hutang yang didukung oleh instrument atau warkat yang memiliki sifat seperti modal.
d. Pinjaman subordinasi.
C. Hal-hal Yang Dapat Mempengaruhi Capital Adequacy Ratio (CAR)
Menurut Widjanarto (2003) posisi Capital Adequacy Ratio (CAR) suatu bank tergantung pada:
1. Jenis aktiva serta besarnya risiko yang melekat padanya.
2. Kualitas aktiva atau tingkat kolektibilitasnya
3. Total aktiva suatu bank semakin besar aktiva maka semakin bertambah pula risikonya.
4. Sruktur posisi kualitas permodalan bank.
5. Kemampuan bank untuk meningkatkan pendapatan dan laba.
Menurut Widjanarto, posisi Capital Adequacy Ratio (CAR) dapat ditingkatkan/diperbaiki antara lain dengan:
1. Memperkecil komitmen pinjaman yang tidak digunakan.
2. Jumlah atau posisi pinjaman yang diberikan dikurangi atau diperkecil sehingga risiko semakin berkurang.
3. Fasilitas bank garansi yang hanya memperoleh hasil pendapatan berupa posisi yang relatif kecil namun dengan risiko yang sama besarnya dengan pinjaman ada baiknya dibatasi.
4. Komitmen L/C bagi bank-bank devisa yang belum benar-benar memperoleh kepastian dalam penggunaannya atau tidak dapat dimanfaatkan secara efisien sebaiknya juga dibatasi.
5. Penyertaan yang memiliki risiko 100% perlu ditinjau kembali apakah bermanfaat optimal atau tidak.
6. Posisi aktiva tetap dan inventaris diusahakan agar tidak berlebihan dan sekedar memenuhi kelayakan.
7. Menambah atau memperbaiki posisi modal dengan cara setoran tunai, go public, dan pinjaman subordinasi jangka panjang dari pemegang saham.
Daftar pustaka
Latumaerissa. (2009). Manajemen Perbankan. Edisi Kedua. Bogor: Ghalia.
Sinungan, Muchdarsyah. (2009). Manajemen Keuangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Suhardi, Gunarto. (2003). Usaha Perbankan. Yogyakarta: Kanisius.
Siamat. (2008). Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Susilo, Sri Y, dkk. (2008). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
Djumhana, Muhammad. (2000). Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Widjanarto, 2003, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka Utama, Jakarta.